Bibir Ninik Setyowati kelu, tangannya gemetar, saat menandatangani
berita acara pemeriksaan di ranjang kecil tempatnya berbaring selama
enam bulan terakhir akibat lumpuh. Kaki kanannya cacat terlindas truk
saat memboncengkan Kumaratih Sekar Hanifah (11), putri sulungnya,
Agustus lalu.
Dalam ketidakberdayaan, dia resmi berstatus
tersangka atas kasus yang menewaskan putrinya itu. "Sekujur tubuh saya
saat itu ngilu. Saya ini korban, kok jadi tersangka," tutur Ninik (44)
lirih, Rabu (23/1/2013), saat mengingat kembali hari saat dirinya resmi
dijadikan tersangka atas kasus kecelakaan pada 6 Agustus 2012 tersebut.
Air
mata Ninik terus membasahi daster yang dipakainya. Tangisnya pecah di
kamar seluas 9 meter persegi di rumahnya di Jalan Mahoni V, Perumahan
Teluk, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, Jawa Tengah, tiap
mengenang hari naas kecelakaan yang merenggut nyawa putri kesayangannya.
Hari
itu, Ninik menjemput Kumaratih dengan sepeda motor bernomor polisi R
2120 TA. Putrinya, pelajar kelas VI SD Al Irsyad Purwokerto, baru saja
berbuka puasa bersama anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Darmoyuwono,
Jalan Supriyadi, Purwokerto.
Sekitar pukul 18.45, baru
berkendara beberapa meter dengan kecepatan rendah, dari arah timur
melaju truk gandeng bermuatan terigu bernomor polisi AE 8379 UB yang
dikemudikan Suparman (60), warga Ngawi, Jawa Timur. Truk mencoba
mendahului sepeda motor yang dikendarai Ninik. Namun, bagian belakang
truk menyenggol spion sepeda motor korban hingga oleng dan kedua korban
terjatuh. Motor Ninik terseret beberapa meter. "Truk melaju terlalu
mepet ke kiri sehingga ruang untuk motor terlalu sempit. Akhirnya motor
kami pun tersenggol truk," ungkap Ninik.
Putrinya meninggal di
lokasi kejadian karena terlindas roda truk. Beberapa saksi mata
menyebutkan, saat kejadian, putri Ninik tidak mengenakan helm.
Kaki
kanan Ninik terlindas roda truk hingga luka parah dan nyaris lumpuh.
Hampir Rp 300 juta dihabiskannya untuk berobat. Patah tulang membuat
kakinya kini masih berbalut gips. Bahkan, untuk buang air kecil saja,
dia harus dibantu dengan kateter urine. Tubuh yang semula gemuk kini
kurus.
Jadi tersangka
Belum genap enam
bulan setelah kehilangan putri sulungnya, hati Ninik kembali hancur
saat, Selasa (15/1), diminta menandatangani berita acara pemeriksaan
yang disusun Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Banyumas yang
menyatakan dirinya sebagai tersangka.
Padahal, walau lebih
dirugikan, Ninik sempat menyanggupi jalan damai yang ditawarkan pemilik
truk. Saat itu, pemilik truk memberi uang tali asih Rp 2,5 juta. Uang
yang menurut Ninik, pekerja kantoran biasa, tak cukup meski hanya untuk
biaya pemakaman.
Dia dinyatakan lalai sehingga menyebabkan
kecelakaan yang merenggut nyawa seseorang, yang tak lain adalah putrinya
sendiri. Ia dijerat Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kuasa hukum Ninik,
Djoko Susanto, yang mendampingi sejak penetapan status tersangka,
menilai, banyak hal janggal dalam kasus ini. Menurut Djoko, demi alasan
apa pun, Ninik adalah korban.
Fakta pertama kecelakaan itu
melibatkan motor dan truk. "Dari sudut pandang logika sebab-akibat,
kendaraan lebih besar semestinya yang harus lebih berhati-hati karena
membawa dampak lebih besar," ujarnya.
Kedua, peristiwa itu juga
bukan kecelakaan tunggal karena melibatkan truk dan terjadi akibat
kelalaian pengemudi truk. "Bahkan, jalan di lokasi kejadian merupakan
jalan kelas III yang semestinya tidak boleh dilalui kendaraan bertonase
di atas 8 ton, tapi kenyataannya jalan itu dilalui truk gandeng
bermuatan tepung terigu," ucap Djoko.
Hasil pemantauan Kompas,
lebar jalan yang menjadi lokasi kecelakaan hanya sekitar 7 meter. Ruas
jalan diaspal cukup halus, tetapi jalan itu tak layak dilewati truk
gandeng yang lebarnya sekitar 3-4 meter.
Demi hukum atau keadilan
Polemik
penetapan seseorang yang menjadi korban kecelakaan, kehilangan kerabat
terdekat, tetapi kemudian menjadi tersangka atas kecelakaan itu bukan
sekali ini terjadi. Januari 2010, Lanjar Sriyanto, warga Karanganyar,
Jawa Tengah, juga diadili dan ditahan akibat kecelakaan yang merenggut
nyawa istrinya, Saptaningsih. Di Pengadilan Negeri Karanganyar, Lanjar
tetap dinyatakan bersalah kendati tidak ditahan.
Saat kejadian,
Lanjar memboncengkan anak dan istrinya. Mereka terjatuh saat menabrak
mobil yang berhenti mendadak. Saat terjatuh itulah, istrinya terlindas
mobil yang belakangan diketahui milik polisi yang bertugas di Ngawi.
Dalam
kasus Ninik, Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar Dwiyono
mengatakan, sesuai konstruksi hukum yang berlaku, dalam kecelakaan itu,
kelalaian ada pada ibu korban (Ninik). "Kesimpulan dihasilkan dari
pemeriksaan terhadap saksi-saksi, olah tempat kejadian perkara, dan
barang bukti," kata Dwiyono.
Polisi hingga kini telah memeriksa
lima orang saksi, salah satunya pengemudi truk gandeng. Polisi
menggunakan yurisprudensi sejumlah kasus serupa yang pernah terjadi.
Namun, dia tidak mau berbicara lebih lanjut mengenai detail pemeriksaan.
Meski
demikian, dia mengaku pihaknya menggunakan hati nurani karena kondisi
ibu korban mengalami patah kaki dan putrinya meninggal. "Buktinya,
hingga kini kami tidak melakukan penahanan," katanya.
Dwiyono
mengakui, kasus itu menjadi dilema bagi kepolisian. "Kami berusaha
profesional, proporsional, prosedural, tapi tetap pakai hati nurani.
Yang benar harus dikatakan benar, yang salah dikatakan salah," kata
Dwiyono.
Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto, Hibnu Nugroho, menilai, polisi seharusnya menghentikan kasus
itu sejak awal. Dengan melihat konteks, prinsip hukum, dan tujuan
penegakan hukum patut dipertanyakan kasus ini dilanjutkan demi hukum
atau keadilan. "Jika kecelakaan terjadi akibat kelalaian, dalam konteks
apa kelalaiannya. Ini perlu diuji," ujarnya.
Kini Ninik pasrah
dan mencoba tegar. Hanya tersisa gundah mempertanyakan hilangnya rasa
keadilan untuk musibah yang membelitnya. (Kompas)
Ikuti Polling Kami Seputar Kasus Ini.
0 komentar:
Posting Komentar